Kamis, 11 April 2013

hakikat manusia dalam Bimbingan dan Konseling


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Setiap individu atau siswa tidak terlapas dari kegiatan–kegiatan yang dalam hal itu tidak terlepas pula dari dari berbagai masalah atau hambatan dalam perkembangannya. Siswa yang mengalami kesulitan itu merupakan manusia yang berada dalam kondisi tidak mampu memahami dirinya sendiri dan lingkungannya, sehingga mengalami mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kenyataan-kenyataan obyektif yang dihadapinya, dipihak lain kesulitan dapat terjadi karena lingkungan terutama orang tua yang tidak dapat memahami perkembangan anaknya di sekolah dan masyarakat, sehingga memunculkan tuntutan-tuntutan yang berat dan tidak dapat di penuhi oleh siswa.
Kesulitan atau masalah yang dihadapi oleh siswa satu dengan yang lainya tentu tidak sama oleh karena itu perlu suatu klasifikasian masalah individu termasuk siswa. Dalam makalah ini kami akan sedikit membahas tentang jenis-jenis masalah.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Hakikat Manusia
2.      Apa Masalah Yang dihadapi Oleh Siswa/Individu
3.      Apa Penyebab Timbulnya Masalah

C.    TUJUAN PEMBAHASAN
1.      Untuk Mengetahui Bagaimana Hakikat Manusia
2.      Untuk Mengetahui Masalah Yang dihadapi Siswa/Individu
3.      Untuk Mengetahui Penyebab Timbulnya Masalah




BAB II
PEMBAHASAN

A.    HAKIKAT MANUSIA DALAM BIMBINGAN KONSELING
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.
Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
a.       Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
b.      Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
c.       Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
d.      Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
e.       Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.[1]
f.       Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
g.      Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
h.      Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
i.        Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.[2]

B.     JENIS MASALAH YANG DIHADAPI SISWA/INDIVIDU
Konseli atau siswa di sekolah atau madrasah sebagai manusia (individu) dapat dipastikan memiliki masalah akan tetapi kompleksitas masalah-masalah yang dihadapi oleh individu yang satu dengan lainya tentulah berbeda. Dan dalam mengklasifikan masalah sebagai berikut:
1.      Masalah Individu yang berhubungan dengan Tuhannya, ialah kegagalan individu melakukan hubungan  secara vertikal dengan Tuhannya, seperti sulit menghadirkan rasa takut, memiliki rasa tidak bersalah atas dosa yang dilakukan, sulit menghadirkan rasa taat, merasa bahwa Tuhan senantiasa mengawasi prilakunya sehingga individu tidak memiliki kebebasan. Dampak seperti itu adalah timbulnya rasa malas atau enggan melaksanakan ibadah dan sulit untuk meninggalkan perbuatan yang dilarang tuhan.
2.      Masalah Individu berhubungan dengan dirinya sendiri adalah kegagalan bersikat disiplin dan bersahabat dengan hati nurani yang selalu mengajak atau menyeruh dan membimbing kepada kebaikan dan kebenaran Tuhannya. Dampaknya adalah muncul sikap was-was, ragu-ragu, berprasangka buruk dan rendah motivasi dan dalam banyak hal tidak mampu bersikap mandiri.
3.      Masalah Individu dengan lingkungan keluarga misalnya kesulitan atau ketidak mampuan mewujudkan hubungan harmonis antara anggota keluarga seperti antara anak-anak dengan bapak dan ibu. Kondisi ketidak harmonisan dalam keluarga menyebabkan anak merasa tertekan, kurang kasih sayang, dan kurangnya ketauladanan kedua orang tua.
4.      Masalah Individu dengan lingkungan sosial misalnya ketidak mampuan melakukan adaptasi baik dengan lingkungan tetangga, sekolah dan masyarakat atau kegagalan bergaul dengan lingkungan beraneka ragam watak dan sifat serta perilaku[3]

C.    FAKTOR PENYEBAB ADANYA MASALAH
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatar belakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor-faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu :
  1. Faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisikondisi psikis lainnya; dan
  2. Faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.[4]



BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
1.      Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
2.      Jenis masalah yang dihadapi siswa dibagi menjadi empat yaitu:
a.       Masalah Individu yang berhubungan dengan Tuhannya.
b.      Masalah Individu berhubungan dengan dirinya sendiri.
c.       Masalah Individu dengan lingkungan keluarga.
d.      Masalah Individu dengan lingkungan sosial.
3.      Faktor Penyebab Masalah Menurut W.H Burton dibagi menjadi 2 Yaitu:
a.       Faktor internal.
b.      Faktor eksternal.


















DAFTAR PUSTAKA


http://imronfauzi.wordpress.com/category/bimbingan-dan-konseling/ (diakses pada Tanggal 08 Pebruari 2011 jam 21.00)
http://mohamadrofiul.blogspot.com/2010/05/landasan-filosofis-bimbingan.html (diakses pada Tanggal 08 Pebruari 2011 jam 21.40)
Tohirin, 2009, Bimbingan dan Konseling di sekolah dan madrasah (berbasis integrasi), : Jakarta, Rajawali Pers
Syamsu Yusuf DKK, 2010, Landasan dan Bimbingan Konseling, Bandung,  PT Remaja Rosda Karya



[1] Syamsu Yusuf DKK, 2010, Landasan dan Bimbingan Konseling, Bandung,  PT Remaja Rosda Karya: Hal: 108
[2] http://mohamadrofiul.blogspot.com/2010/05/landasan-filosofis-bimbingan.html
[3] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di sekolah dan madrasah (berbasis integrasi), 2009 Rajawali Pers: Jakarta. Hal 111-113
[4] http://imronfauzi.wordpress.com/category/bimbingan-dan-konseling/

Sabtu, 26 Januari 2013

Manajemen Madrasah


BAB I
PENDAHULUHAN

A.    Latar Belakang
Dalam sebuah lembaga pendidikan formal, sosok pemimpin merupakan aspek yang sangat mempengaruhi gerak dan hasil kerja personal nya. Untuk menyiasati agar kepala madrasah dapat melakukan perannya secara maksimal, maka peningkatan dalam manajemen merupakan salah satu pilihan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Apabila tidak dilaksanakan, maka tujuan pendidikan (termasuk di dalamnya pembelajaran) tidak mungkin dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Dalam kondisi seperti ini, secara tidak langsung tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen, karena di dalamnya memberikan kewenangan penuh kepada kepala madrasah  beserta wakilnya, dan para guru dalam mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, mempertanggungjawabkan, mengatur dan memimpin sumber daya manusia, serta sarana penunjangannya untuk membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan di madrasah.

B.  Rumusan Masalah
A.    Apa Pengertian Madrasah dan manajemen ?
B.     Bagaimana Manajemen sebagai ilmu seni dan proses kerja ?
C.     Apa Tujuan dan fungsi menejemen madrasah ?
D.    Apa Deminsi-dimesi manajemen ?

C.  Tujuan pembahasan
A.      Untuk Mengetahui Pengertian Madrasah dan Manajemen ?
B.       Untuk Mengetahui dan Memahami Manajemen sebagai ilmu seni dan proses kerja ?
C.       Untuk Mengetahui Apa Tujuan dan fungsi menejemen madrasah ?
D.      Untuk Mengetahui Apa Deminsi-dimesi manajemen ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN MADRASAH DAN MANAJEMEN
A.1 Pengertian Madrasah
Kata "madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata "keterangan tempat" (zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran". Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata "midras" yang mempunyai arti "buku yang dipelajari" atau "tempat belajar"; kata "al-midras" juga diartikan sebagai "rumah untuk mempelajari kitabTaurat’.
Kata "madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama: "tempat belajar". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki arti "sekolah" kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola.
Sungguhpun secara teknis, yakni dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat di mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam).
A.2 Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata "to manage" yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut ada satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami manajemen tersebut, yaitu : Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian/ pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.
Sedangkan pengertian menurut ahli-ahli yang lain adalah sebagai berikut :
1. Menurut Horold Koontz dan Cyril O'donnel :
“Principles of Management” mengemukakan sebagai berikut : “manajemen berhubungan dengan pencapaian sesuatu tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang-orang lain” (Management involves getting things done thought and with people). Manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.
2. Menurut R. Terry :
“Principles of Management” menyampaikan pendapatnya : “manajemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan atas ; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya”
3. Menurut James A.F. Stoner :
Dalam bukunya “Management” (1982) mengemukakan “manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber, daya-sumber, daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan”

B.     MANAJEMEN SEBAGAI ILMU, SENI, DAN PROSES KERJA
B.1 Manajemen Sebagai Ilmu
Pada dasarnya manajemen belum bisa dikatakan sebagai teori, karena teori harus terdiri dari konsep-konsep yang secara sistematis dapat menjelaskan dan meramal apa yang akan terjadi dan membuktikan ramalan itu dengan penelitian. Setelah dipelajari beberapa zaman, manajemen telah memenuhi persyaratan sebagai bidang ilmu pengetahuan yang secara sistematis berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang-orang yang bekerja sama. Menurut Luter Gulick (1965) manajemen memiliki syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, meskipun teori-teori itu masih terlalu umum dan subyektif. Selanjutnya dikatakan bahwa perjalanan suatu ilmu, teori-teori manajemen yang ada diuji dengan pengalaman.
Evolusi konsep, ide, pemikiran tentang manajemen bermula pada tahun 5.000 SM di Mesir. Pada masa itu orang mengunakan catatan tertulis untuk berdagang dan pemerintahan. Pada 300 SM – 300 M, masyarakat Romawi memanfaatkan komunikasi efektif dan pengendalian terpusat untuk ektivitas dan efesiensi. Tahun 1500 Machiaveli membuat pedoman pemanfaatan kekuasaan. Tahun 1776 Adam Smith menyatakan bahwa pembagian kerja merupakan titik kunci badan usaha. Kemudian 1841 – 1925 Henry Fayol mengemukakan pentingnya administrasi, Follet (1868-1933) dengan perilaku dinamikanya, Mac Weber dengan birokrasinya.[1]
B.2 Manajemen Sebagai Seni
Menurut Mary Parker Follet (Stoner, 1986) menejemen sebagai seni dalam melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang, definisi ini perlu mendapat perhatian karena berdasarkan kenyataan, menejemen mencapai tujuan organisasinya yakni dengan mengatur orang lain. Hal serupa juga di ungkapkan oleh Henry M. Boneger, manajemen adalah sebagai seni dan dalam seni itu membutuhkan tiga unsure, yaitu : pandangan, pengetahuan teknis, dan komunikasi. Ketiga unsure tersebut terkandung dalam unsure manajemen. Oleh karena itu, keterampilan perlu dikembangkan melalui pelatihan manajemen, seperti halnya melati seniman. Pada masa yang akan datang ada kemungkinan bidang manajemen akan lebih banyak nerupakan seni dari pada ilmu. Semakin banyak belajar tentang manajemen, dalam banyak hal akan memperoleh informasi tentang seperangkat tindakan. Demikian pula dalam hal hubungan antar manusia, strutur social, dan organisasi menuntuk seorang menejer atau pemimpin untuk memahami ilmu tentang perilaku yang mendasari tentang manajemen. Akan tetapi sebelum pengetahuan itu dikuasai, menejer harus tergantung pada intuisinya sendiri dan melakukan penilaian sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa meskipun hanya aspek manajemen telah menjadi ilmiah, tetapi masih banyak unsur-unsur manajemen yang tetap merupakan kiat bagi seorang manajer.[2]
B.3 Manajemen Sebagai Proses Kerja
Kerjasama atau profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut persyaratan tertentu, persyaratan suatu pekerjaan menghendaki berbagai kompetensi sebagai keahlian khusus, diakui dan dihargai oleh masyarakat dan memiliki kode etik.
Demikian halnya manajemen sebagai proses kerjasama atau profesi dituntut persyaratan tertentu. Seseorang yang profesional menurut Robert L. Katz harus memiliki kemampuan atau kompetensi : konseptual, sosial dan teknikal. Kemampuan konsep adalah kemampuan mempersepsi organisasi sebagai suatu sistem, memahami perubahan pada setiap bagian yang berpengaruh terhadap keseluruhan organisasi, kemampuan mengkordinasi seluruh kegiatan dan kepentingan yang ada pada organisasi tersebut. Kemampuan ini diperlukan agar menejer dapat bekerja sama dan dapat memimpin kelompoknya dengan memahami setiap anggota kelompoknya. Sedangkan kemampuan teknik adalah kemampuan mengunakan alat prosedur dan teknik bidang khusus, misalnya teknik penyusunan program anggaran.
Seorang manajer profesional sangat dibutuhkan masyarakat dan pemerintahan karena prestasinya, sehingga atas dasar prestasinya itu ia dibayar sebagai dasar penghargaan dan pengakuan terhadap eksistensinya. Demikian pula dengan manajemen profesional memerlukan kode etik untuk ditaati. Kode etik itu dimaksudkan untuk melindungi masyarakat yang dilayani dan melindungi angota atas perlakuan dari luar yang merugikan atau menggangu. Menurut Schien, banyak indikator yang menunjukan bahwa manajemen sedang bergerak ke arah peningkatan profesionalisme, baik dalam dunia bisnis maupun dunia organisasi. Implikasi dari peningkatan ini semakin perlu peningkatan program pengembangan manajemen sebagai soko guru profesionalisme. Dan menurut Stoner, persyaratan lainya adalah komitmen dan dedikasi yang menghubungkan kehidupan dan pekerjaan.

C.    TUJUAN DAN FUNGSI MANAJEMEN MADRASAH
C.1 Tujuan Manajemen madrasah
 Menurut Shrode Dan Voich (1974) tujuan utama manajemen adalah prodiktivitas dan kepuasan. Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal dan jamak atau rangkap, seperti peningkatan mutu pendidikan, keuntungan/profil yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja, pembangunan daerah dll. Tujuan-tujuan ini ditetapkan berdasarkan penataan dan penetapan atau pengkajian berdasarkan situasi dan kondisi organisasi.
Apabila produktiitas merupakan tujuan dari manajemen, maka perlu difahami makna produktivitas itu sendiri, Sutermeister (1979) membataskan produktivitas itu sebagai ukuran kuantitas dan kualitas kinerja dengan mempertimbangkan kemanfaatan sumber daya. Produktivitas itu sendiri di pengaruhi perkembangan bahan, teknologi dan kinerja manusia. Pengertian konsep produktivitas berkembang dari pengertian teknis sampai dengan perilaku. Produktivitas dalam arti teknis mengacu kepada derajat fleksibel, keefektifan, efesiensi dalam penggunaan sumber daya.
1.        Manajemen yang flesibel
Manajemen yang fleksibel ialah manajemen yang dapat menyelesaikan diri dengan berbagai situasi dan kondisi. 
2.        Manajemen yang efektif
Manajemen dapat dikatakan efektif apabila dapat memberi hasil sesuai dengan kriteria yang ditetapkan semula.
3.        Manajemen yang efesien
Manajemen yang efisien adalah manajemen yang membuat yang benar atau membuat sesuatu sesuai dengan tujuan organisasi,
C.2  Fungsi Manajemen Madrasah
1. Perencanaan (Planning).
2. Pengorganisasian (organizing).
3. Pengarahan (actuating).
4. Pengendalian (controlling)

D.    DIMENSI-DIMENSI MANAJEMEN
D.1 Organisasi Sebagai Sistem
Suatu penelitian menunjukan hasil bahwa faktor-faktor organisasi tempat para professional bekerja mempengaruhi kepribadian dan profesi mereka. Selanjutnya dikatakan bahwa profesi dan organisasi memajukan kepribadian dan otonomi mereka sebagai professional. Hanya dalam iklim organisasi hangat kebebasan mimbar akan dapat berjalan dengan baik, yaitu hak seorang professional untuk menemukan, mengajarkan, dan mempublikasikan kebenaran sebagaimana dia lihat dalam spesialisasinya. Kehidupan seorang professional tidak hanya tampak dalam kegiatannya yang tidak terikat dan terjaminnya kebebasan mimbar, tetapi juga dalam kesempatan mengejar pengetahuan/ilmu tanpa memperhitungkan popularitas.
Sifat-sifat kegiatan para professional di atas perlu mendapat dukungan dari suasana organisasi pendidikan. Sifat kegiatan para professional yang paling penting yang dapat dipandang sebagai modal dalam merealisasi dan mengembangkan profesi mereka adalah usaha mengejar ilmu dan pengetahuan lainnya secara terus-menerus tanpa mengharapkan penghargaan/ popularitas atau nafkah yang besar.
Untuk menciptakan lingkungan belajar mengajar yang sehat dan produktif, haruslah ada kesempatan dan kemauan antara professional untuk saling memberi informasi, ide, persepsi, dan wawasan. Mereka harus menyiapkan umpan balik profesi secara teratur seperti halnya yang dilakukan oleh administrator/ manajer. Prinsip-prinsip kebersamaan, komunitas harus dikembangkan dalam lembaga pendidikan dengan cara saling memberi pandangan dan nilai baik yang positif maupun yang negatif.
     D.2  Manajemen sebagai sistem
Natarajan dan Shekar (2000) dalam Jamaliah Abdul Hamid (Understanding Knowledge Management, 2003) mendefinisikan Manajemen Pengetahuan sebagai kegiatan terstruktur dari organisasi dalam rangka memperbaiki kapasitas organisasinya. Caranya adalah dengan memperoleh, membagi, dan memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan derajat kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi. David dan Associate (1997) mengatakan bahwa manajemen pengetahuan adalah suatu proses yang sistematik dalam menciptakan, mengumpulkan, mengorganisasikan, mendifusikan, memanfaatkan, dan mengeksploitasi pengetahuan. Dari definisi tersebut maka ada empat subsistem dari manajemen pengetahuan yakni mendapatkan, menciptakan, menyimpan, dan mentransfer - memanfaatkan pengetahuan.
Sistem yang diciptakan merupakan suatu keterkaitan yang komprehensif dari informasi dan pengetahuan dari beragam sumber seperti kalangan praktisi, ilmuwan, dan pengamat. Data dan informasi diolah, dianalisis, dan sejauh mungkin disintesis yang kemudian dipakai untuk menyusun strategi bisnis perusahaan. Tidak tertutup kemungkinan sistem ini memotivasi para karyawan untuk bekerja berbasis pengetahuan. Artinya mereka akan selalu meningkatkan mutu kinerjanya semaksimum mungkin lewat proses pembelajaran yang bersinambung. Pada gilirannya penerapan manajemen pengetahuan sebagai sistem akan meningkatkan pertumbuhan kinerja bisnis perusahaan.
Keberhasilan penerapan manajemen pengetahuan sangat bergantung pada beberapa faktor. Yang pertama adalah kualitas pemimpin perusahaan yang didukung semua lini. Disini sang pemimpin, katakanlah manajemen menengah, harus komit dan taat asas dalam menerapkan dan mengembangkan sistem secara partisipatif dan integral. Yang kedua adalah dukungan budaya kerja berbasis pengetahuan di kalangan manajemen dan karyawan. Secara eksplisit budaya pengetahuan akan memperkuat budaya kerja yang ada. Dan yang ketiga, karena sebagai sistem maka manajemen pengetahuan harus merupakan sistem bisnis perusahaan yang total. Artinya subsistem manajemen pengetahuan berkaitan dengan subsistem lainnya seperti dengan subsistem-subsistem manajemen SDM, manajemen finansial, manajemen kompensasi, manajemen produksi, manajemen pemasaran.

  
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
A.    Dari paparan diatas ada beberapa definisi tentang pengertian manajemen, sehingga kami menarik kesimpulan bahwa pengertian manajemen adalah usaha untuk mencapai sebuah tujuan yang memperlukan proses yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan, dan menfaatkan ilmu maupun seni dan  sumber daya organisasi lainya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. sedangkan definisi Madrasah ialah Secara harfiah madrasah di artikan sebagai tempat belajar para pelajar, karena mengandung zharaf makan dari akar kata "darasa".  Kata "madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama: "tempat belajar". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
B.     Manajemen sebagai ilmu: manajemen memiliki syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, meskipun teori-teori itu masih terlalu umum dan subyektif. Selanjutnya teori itu kita uji dengan pengalaman. manajemen sebagi proses: menejemen sebagai seni dalam melaksanakan pekerjaan, definisi ini perlu mendapat perhatian karena menjemen sebagai seni, membutuhkan tiga unsur yaitu : pandangan, pengetahuan teknis, dan komunikasi. Ketiga unsure tersebut terkandung dalam unsure manajemen. manajemen sebagai proses kerjasama atau profesi memiliki kompetensi, yaitu kompetensi konseptual, sosial dan teknikal.
C.     Menurut “Shrode Dan Voich” tujuan utama manajemen adalah prodiktivitas dan kepuasan. Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal dan jamak atau rangkap, seperti peningkatan mutu pendidikan, keuntungan/profil yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja, pembangunan daerah dll. Tujuan-tujuan ini ditetapkan berdasarkan penataan dan penetapan atau pengkajian berdasarkan situasi dan kondisi organisasi. Sedangkan fungsi dari manajemen sendiri ialah sebagai Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (organizing), Pengarahan (actuating), Pengendalian (controlling).
D.    Organisai sebagai system ialah: Suatu penelitian menunjukan hasil bahwa faktor-faktor organisasi tempat para professional bekerja mempengaruhi kepribadian dan profesi mereka. Sedangkan manajemen sebagai system Manajemen Pengetahuan sebagai kegiatan terstruktur dari organisasi dalam rangka memperbaiki kapasitas organisasinya. Caranya adalah dengan memperoleh, membagi, dan memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan derajat kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi.




DAFTAR PUSTAKA

Pidarta Made, 2004, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Fattah Nanang, 2009, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


[1] Fattah Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm 2.
[2] Ibid, hlm 03