Sabtu, 26 Januari 2013

Manajemen Madrasah


BAB I
PENDAHULUHAN

A.    Latar Belakang
Dalam sebuah lembaga pendidikan formal, sosok pemimpin merupakan aspek yang sangat mempengaruhi gerak dan hasil kerja personal nya. Untuk menyiasati agar kepala madrasah dapat melakukan perannya secara maksimal, maka peningkatan dalam manajemen merupakan salah satu pilihan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Apabila tidak dilaksanakan, maka tujuan pendidikan (termasuk di dalamnya pembelajaran) tidak mungkin dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Dalam kondisi seperti ini, secara tidak langsung tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen, karena di dalamnya memberikan kewenangan penuh kepada kepala madrasah  beserta wakilnya, dan para guru dalam mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, mempertanggungjawabkan, mengatur dan memimpin sumber daya manusia, serta sarana penunjangannya untuk membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan di madrasah.

B.  Rumusan Masalah
A.    Apa Pengertian Madrasah dan manajemen ?
B.     Bagaimana Manajemen sebagai ilmu seni dan proses kerja ?
C.     Apa Tujuan dan fungsi menejemen madrasah ?
D.    Apa Deminsi-dimesi manajemen ?

C.  Tujuan pembahasan
A.      Untuk Mengetahui Pengertian Madrasah dan Manajemen ?
B.       Untuk Mengetahui dan Memahami Manajemen sebagai ilmu seni dan proses kerja ?
C.       Untuk Mengetahui Apa Tujuan dan fungsi menejemen madrasah ?
D.      Untuk Mengetahui Apa Deminsi-dimesi manajemen ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN MADRASAH DAN MANAJEMEN
A.1 Pengertian Madrasah
Kata "madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata "keterangan tempat" (zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran". Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata "midras" yang mempunyai arti "buku yang dipelajari" atau "tempat belajar"; kata "al-midras" juga diartikan sebagai "rumah untuk mempelajari kitabTaurat’.
Kata "madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama: "tempat belajar". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki arti "sekolah" kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola.
Sungguhpun secara teknis, yakni dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat di mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam).
A.2 Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata "to manage" yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut ada satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami manajemen tersebut, yaitu : Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian/ pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.
Sedangkan pengertian menurut ahli-ahli yang lain adalah sebagai berikut :
1. Menurut Horold Koontz dan Cyril O'donnel :
“Principles of Management” mengemukakan sebagai berikut : “manajemen berhubungan dengan pencapaian sesuatu tujuan yang dilakukan melalui dan dengan orang-orang lain” (Management involves getting things done thought and with people). Manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.
2. Menurut R. Terry :
“Principles of Management” menyampaikan pendapatnya : “manajemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan atas ; perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya”
3. Menurut James A.F. Stoner :
Dalam bukunya “Management” (1982) mengemukakan “manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber, daya-sumber, daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan”

B.     MANAJEMEN SEBAGAI ILMU, SENI, DAN PROSES KERJA
B.1 Manajemen Sebagai Ilmu
Pada dasarnya manajemen belum bisa dikatakan sebagai teori, karena teori harus terdiri dari konsep-konsep yang secara sistematis dapat menjelaskan dan meramal apa yang akan terjadi dan membuktikan ramalan itu dengan penelitian. Setelah dipelajari beberapa zaman, manajemen telah memenuhi persyaratan sebagai bidang ilmu pengetahuan yang secara sistematis berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang-orang yang bekerja sama. Menurut Luter Gulick (1965) manajemen memiliki syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, meskipun teori-teori itu masih terlalu umum dan subyektif. Selanjutnya dikatakan bahwa perjalanan suatu ilmu, teori-teori manajemen yang ada diuji dengan pengalaman.
Evolusi konsep, ide, pemikiran tentang manajemen bermula pada tahun 5.000 SM di Mesir. Pada masa itu orang mengunakan catatan tertulis untuk berdagang dan pemerintahan. Pada 300 SM – 300 M, masyarakat Romawi memanfaatkan komunikasi efektif dan pengendalian terpusat untuk ektivitas dan efesiensi. Tahun 1500 Machiaveli membuat pedoman pemanfaatan kekuasaan. Tahun 1776 Adam Smith menyatakan bahwa pembagian kerja merupakan titik kunci badan usaha. Kemudian 1841 – 1925 Henry Fayol mengemukakan pentingnya administrasi, Follet (1868-1933) dengan perilaku dinamikanya, Mac Weber dengan birokrasinya.[1]
B.2 Manajemen Sebagai Seni
Menurut Mary Parker Follet (Stoner, 1986) menejemen sebagai seni dalam melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang, definisi ini perlu mendapat perhatian karena berdasarkan kenyataan, menejemen mencapai tujuan organisasinya yakni dengan mengatur orang lain. Hal serupa juga di ungkapkan oleh Henry M. Boneger, manajemen adalah sebagai seni dan dalam seni itu membutuhkan tiga unsure, yaitu : pandangan, pengetahuan teknis, dan komunikasi. Ketiga unsure tersebut terkandung dalam unsure manajemen. Oleh karena itu, keterampilan perlu dikembangkan melalui pelatihan manajemen, seperti halnya melati seniman. Pada masa yang akan datang ada kemungkinan bidang manajemen akan lebih banyak nerupakan seni dari pada ilmu. Semakin banyak belajar tentang manajemen, dalam banyak hal akan memperoleh informasi tentang seperangkat tindakan. Demikian pula dalam hal hubungan antar manusia, strutur social, dan organisasi menuntuk seorang menejer atau pemimpin untuk memahami ilmu tentang perilaku yang mendasari tentang manajemen. Akan tetapi sebelum pengetahuan itu dikuasai, menejer harus tergantung pada intuisinya sendiri dan melakukan penilaian sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa meskipun hanya aspek manajemen telah menjadi ilmiah, tetapi masih banyak unsur-unsur manajemen yang tetap merupakan kiat bagi seorang manajer.[2]
B.3 Manajemen Sebagai Proses Kerja
Kerjasama atau profesi adalah suatu pekerjaan yang menuntut persyaratan tertentu, persyaratan suatu pekerjaan menghendaki berbagai kompetensi sebagai keahlian khusus, diakui dan dihargai oleh masyarakat dan memiliki kode etik.
Demikian halnya manajemen sebagai proses kerjasama atau profesi dituntut persyaratan tertentu. Seseorang yang profesional menurut Robert L. Katz harus memiliki kemampuan atau kompetensi : konseptual, sosial dan teknikal. Kemampuan konsep adalah kemampuan mempersepsi organisasi sebagai suatu sistem, memahami perubahan pada setiap bagian yang berpengaruh terhadap keseluruhan organisasi, kemampuan mengkordinasi seluruh kegiatan dan kepentingan yang ada pada organisasi tersebut. Kemampuan ini diperlukan agar menejer dapat bekerja sama dan dapat memimpin kelompoknya dengan memahami setiap anggota kelompoknya. Sedangkan kemampuan teknik adalah kemampuan mengunakan alat prosedur dan teknik bidang khusus, misalnya teknik penyusunan program anggaran.
Seorang manajer profesional sangat dibutuhkan masyarakat dan pemerintahan karena prestasinya, sehingga atas dasar prestasinya itu ia dibayar sebagai dasar penghargaan dan pengakuan terhadap eksistensinya. Demikian pula dengan manajemen profesional memerlukan kode etik untuk ditaati. Kode etik itu dimaksudkan untuk melindungi masyarakat yang dilayani dan melindungi angota atas perlakuan dari luar yang merugikan atau menggangu. Menurut Schien, banyak indikator yang menunjukan bahwa manajemen sedang bergerak ke arah peningkatan profesionalisme, baik dalam dunia bisnis maupun dunia organisasi. Implikasi dari peningkatan ini semakin perlu peningkatan program pengembangan manajemen sebagai soko guru profesionalisme. Dan menurut Stoner, persyaratan lainya adalah komitmen dan dedikasi yang menghubungkan kehidupan dan pekerjaan.

C.    TUJUAN DAN FUNGSI MANAJEMEN MADRASAH
C.1 Tujuan Manajemen madrasah
 Menurut Shrode Dan Voich (1974) tujuan utama manajemen adalah prodiktivitas dan kepuasan. Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal dan jamak atau rangkap, seperti peningkatan mutu pendidikan, keuntungan/profil yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja, pembangunan daerah dll. Tujuan-tujuan ini ditetapkan berdasarkan penataan dan penetapan atau pengkajian berdasarkan situasi dan kondisi organisasi.
Apabila produktiitas merupakan tujuan dari manajemen, maka perlu difahami makna produktivitas itu sendiri, Sutermeister (1979) membataskan produktivitas itu sebagai ukuran kuantitas dan kualitas kinerja dengan mempertimbangkan kemanfaatan sumber daya. Produktivitas itu sendiri di pengaruhi perkembangan bahan, teknologi dan kinerja manusia. Pengertian konsep produktivitas berkembang dari pengertian teknis sampai dengan perilaku. Produktivitas dalam arti teknis mengacu kepada derajat fleksibel, keefektifan, efesiensi dalam penggunaan sumber daya.
1.        Manajemen yang flesibel
Manajemen yang fleksibel ialah manajemen yang dapat menyelesaikan diri dengan berbagai situasi dan kondisi. 
2.        Manajemen yang efektif
Manajemen dapat dikatakan efektif apabila dapat memberi hasil sesuai dengan kriteria yang ditetapkan semula.
3.        Manajemen yang efesien
Manajemen yang efisien adalah manajemen yang membuat yang benar atau membuat sesuatu sesuai dengan tujuan organisasi,
C.2  Fungsi Manajemen Madrasah
1. Perencanaan (Planning).
2. Pengorganisasian (organizing).
3. Pengarahan (actuating).
4. Pengendalian (controlling)

D.    DIMENSI-DIMENSI MANAJEMEN
D.1 Organisasi Sebagai Sistem
Suatu penelitian menunjukan hasil bahwa faktor-faktor organisasi tempat para professional bekerja mempengaruhi kepribadian dan profesi mereka. Selanjutnya dikatakan bahwa profesi dan organisasi memajukan kepribadian dan otonomi mereka sebagai professional. Hanya dalam iklim organisasi hangat kebebasan mimbar akan dapat berjalan dengan baik, yaitu hak seorang professional untuk menemukan, mengajarkan, dan mempublikasikan kebenaran sebagaimana dia lihat dalam spesialisasinya. Kehidupan seorang professional tidak hanya tampak dalam kegiatannya yang tidak terikat dan terjaminnya kebebasan mimbar, tetapi juga dalam kesempatan mengejar pengetahuan/ilmu tanpa memperhitungkan popularitas.
Sifat-sifat kegiatan para professional di atas perlu mendapat dukungan dari suasana organisasi pendidikan. Sifat kegiatan para professional yang paling penting yang dapat dipandang sebagai modal dalam merealisasi dan mengembangkan profesi mereka adalah usaha mengejar ilmu dan pengetahuan lainnya secara terus-menerus tanpa mengharapkan penghargaan/ popularitas atau nafkah yang besar.
Untuk menciptakan lingkungan belajar mengajar yang sehat dan produktif, haruslah ada kesempatan dan kemauan antara professional untuk saling memberi informasi, ide, persepsi, dan wawasan. Mereka harus menyiapkan umpan balik profesi secara teratur seperti halnya yang dilakukan oleh administrator/ manajer. Prinsip-prinsip kebersamaan, komunitas harus dikembangkan dalam lembaga pendidikan dengan cara saling memberi pandangan dan nilai baik yang positif maupun yang negatif.
     D.2  Manajemen sebagai sistem
Natarajan dan Shekar (2000) dalam Jamaliah Abdul Hamid (Understanding Knowledge Management, 2003) mendefinisikan Manajemen Pengetahuan sebagai kegiatan terstruktur dari organisasi dalam rangka memperbaiki kapasitas organisasinya. Caranya adalah dengan memperoleh, membagi, dan memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan derajat kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi. David dan Associate (1997) mengatakan bahwa manajemen pengetahuan adalah suatu proses yang sistematik dalam menciptakan, mengumpulkan, mengorganisasikan, mendifusikan, memanfaatkan, dan mengeksploitasi pengetahuan. Dari definisi tersebut maka ada empat subsistem dari manajemen pengetahuan yakni mendapatkan, menciptakan, menyimpan, dan mentransfer - memanfaatkan pengetahuan.
Sistem yang diciptakan merupakan suatu keterkaitan yang komprehensif dari informasi dan pengetahuan dari beragam sumber seperti kalangan praktisi, ilmuwan, dan pengamat. Data dan informasi diolah, dianalisis, dan sejauh mungkin disintesis yang kemudian dipakai untuk menyusun strategi bisnis perusahaan. Tidak tertutup kemungkinan sistem ini memotivasi para karyawan untuk bekerja berbasis pengetahuan. Artinya mereka akan selalu meningkatkan mutu kinerjanya semaksimum mungkin lewat proses pembelajaran yang bersinambung. Pada gilirannya penerapan manajemen pengetahuan sebagai sistem akan meningkatkan pertumbuhan kinerja bisnis perusahaan.
Keberhasilan penerapan manajemen pengetahuan sangat bergantung pada beberapa faktor. Yang pertama adalah kualitas pemimpin perusahaan yang didukung semua lini. Disini sang pemimpin, katakanlah manajemen menengah, harus komit dan taat asas dalam menerapkan dan mengembangkan sistem secara partisipatif dan integral. Yang kedua adalah dukungan budaya kerja berbasis pengetahuan di kalangan manajemen dan karyawan. Secara eksplisit budaya pengetahuan akan memperkuat budaya kerja yang ada. Dan yang ketiga, karena sebagai sistem maka manajemen pengetahuan harus merupakan sistem bisnis perusahaan yang total. Artinya subsistem manajemen pengetahuan berkaitan dengan subsistem lainnya seperti dengan subsistem-subsistem manajemen SDM, manajemen finansial, manajemen kompensasi, manajemen produksi, manajemen pemasaran.

  
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
A.    Dari paparan diatas ada beberapa definisi tentang pengertian manajemen, sehingga kami menarik kesimpulan bahwa pengertian manajemen adalah usaha untuk mencapai sebuah tujuan yang memperlukan proses yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan, dan menfaatkan ilmu maupun seni dan  sumber daya organisasi lainya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. sedangkan definisi Madrasah ialah Secara harfiah madrasah di artikan sebagai tempat belajar para pelajar, karena mengandung zharaf makan dari akar kata "darasa".  Kata "madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama: "tempat belajar". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
B.     Manajemen sebagai ilmu: manajemen memiliki syarat sebagai ilmu pengetahuan karena memiliki serangkaian teori, meskipun teori-teori itu masih terlalu umum dan subyektif. Selanjutnya teori itu kita uji dengan pengalaman. manajemen sebagi proses: menejemen sebagai seni dalam melaksanakan pekerjaan, definisi ini perlu mendapat perhatian karena menjemen sebagai seni, membutuhkan tiga unsur yaitu : pandangan, pengetahuan teknis, dan komunikasi. Ketiga unsure tersebut terkandung dalam unsure manajemen. manajemen sebagai proses kerjasama atau profesi memiliki kompetensi, yaitu kompetensi konseptual, sosial dan teknikal.
C.     Menurut “Shrode Dan Voich” tujuan utama manajemen adalah prodiktivitas dan kepuasan. Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal dan jamak atau rangkap, seperti peningkatan mutu pendidikan, keuntungan/profil yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja, pembangunan daerah dll. Tujuan-tujuan ini ditetapkan berdasarkan penataan dan penetapan atau pengkajian berdasarkan situasi dan kondisi organisasi. Sedangkan fungsi dari manajemen sendiri ialah sebagai Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (organizing), Pengarahan (actuating), Pengendalian (controlling).
D.    Organisai sebagai system ialah: Suatu penelitian menunjukan hasil bahwa faktor-faktor organisasi tempat para professional bekerja mempengaruhi kepribadian dan profesi mereka. Sedangkan manajemen sebagai system Manajemen Pengetahuan sebagai kegiatan terstruktur dari organisasi dalam rangka memperbaiki kapasitas organisasinya. Caranya adalah dengan memperoleh, membagi, dan memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan derajat kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi.




DAFTAR PUSTAKA

Pidarta Made, 2004, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Fattah Nanang, 2009, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


[1] Fattah Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm 2.
[2] Ibid, hlm 03

Implementasi CTL (contextual Teashing and Learning)


BAB I
PENDAHULUHAN

A.    Latar Belakang
Dewasa ini ada beberap teori model pembelajaran yang diterapakan guru untuk mewwujudkan tujuan dari pendidikan di Indonesia, karena model pembelajaran dahulu seperti ceramah akan membuat anak didik menjadi bosan karena dia hanya sebagai pendengar. Karena kami coba untuk mengulas  model pembelaran CTL (Contextual Teaching and Learnig). Karena model pembelajaran ini melibatkan semua pihak baik guru maupun siswa, Karen model pembelajaran kontektual (contextual Teaching and Learning)  merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan kehidupan nyata. Sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar sehari-hari dengan kehidupan nyata.
Dalam Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) ada  lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontektual yaitu pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh anak didik, pembelajaran yang dimulai dari pengelobalan hingga bagian-bagian secara khusus (dari Umum ke Khusus), Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, pembelajran ditekankan pada upaya memperatekkan secara lagsung apa-apa yang telah dipelajari, dan adanya refleksi terhadap setrategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
Oleh karena itu kami tertarik untuk mengankat tema tentang CTL (Countextual Teaching and Learning), karena  konsep pembelajaran yang lebih berpusat pada keaktifan siswa, bukan keaktifan guru. Dalam Tema yang kami bahas kali menbahasa tentang latar belakang. Pengertian. Asas-asas. Dan implementasi Pembelajaran CTL serta tahap-tahap dan pola pembelajaran CTL.

B.  Rumusan Masalah
A.  Bagaiman Latar Belakang dan Pengertian CTL (Contextual Teaching and Learning) ?
B.  Apa saja asas-asas dan Implementasi CTL (Contextual Teaching and Learning) ?
C.  Bagaimana Tahap Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) ?

C.  Tujuan pembahasan
  1. Untuk Mengetahui Latar Belakang dan penertian CTL (Contextual Teaching and Learning) !
  2. Untuk Mengetahui asas-asas dan Implementasi CTL (Contextual Teaching and Learning) !
  3. Untuk Mengetahui Tahap-Tahap Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) !

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Latar Belakang dan Pengertian CTL
1.    Latar Belakang Filosofis
Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) Banyak dipengaruhi oleh filsafat kontruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget, aliran filsafat kontruktivisme berangkat dari pemikira Giar bambatista Vico yang  mengungkapkan bahwa “Tuhan adalah penciptaan alam semesta dan manusia adalah tuan dari penciptaanya”. Sedangkan Mengetahui Menurut   Pico Berarti Mengetahui bagaimana Membuat sesuatu, artinya seseorang dinamakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang dapat membagun sesuatu itu.
Pandanga filsafat kontruktivisme tentang hakikat pengetahuan mepegaruhi pengalaman tentang konsep belajar, bahwa belajar bukan sekedar menghafal, tetapi proses mengkontruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” dari orang lain seperti guru dll, akan tetapi hasil proses mengkonruksi yang dilakukan setiap individu
Pigmen berpendapat bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman. Dari pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk. Semakin dewasa anak tersebut semakin sempurnalah skema yang dimiliki, proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomdasi, asimilasi adalah proses penyempurnaan skema, dan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga membentuk skema yang baru, semua itu terbentuk berkat pengalaman siswa.
Pandangan piaget tentang bagaimana sebernanya pengetahuan itu terbentuk dalam srtuktur anak, sangat berpengaruh pada model pembelajaran, diantara adalah model pembelajaran kontektual, menurut pembelajaran kontektual pembelajaran  itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibandingkan sendiri oleh siswa. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemberitahuan orang lain, tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan yang demikian akan mudah dilupakan dan tidak fungsional.[1]
2.    Latar Belakang Psikologi
Sesuai dengan filsafat yang mendasari bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologi, CTL (Contextual Teaching and Learning) berpihak pada aliran psikologi kognitif, menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanisme seperti keterkaitan stimulus dan respon, belajar tidak sesederhana itu. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, kemapuan, dan pengalaman.
Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus anda pahami tentang belajar dalam konteks CTL (Contextual Teaching and Learning) yaitu.[2]
a.    Belajar bukanlah menghafal.
b.    Belajar bukan mengumpulkan fakta yang lepas-lepas.
c.    Belajar adalah proses pemecahan maslah.
d.   Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari yang sederhana menuju kompleks.
e.    Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.
3.    Pengertian
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) atau bisa dikatakan CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Pengajaran kontektual (Contextual Teaching and Learning) adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan kertampilan akademik mereka dalam memecahkan masalah didunia nyata, (Universitas of Washiton, 2010 dalam Suryati dkk.2008:2)  
Dalam pembelajaran kontektual, tugas guru adalah memberikan kemudahan pembelajaran kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hafalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.[3]
4.    Dasar Teori Pembelajaran  Kontektual
Para pendidik yang menyetujui pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam semesta ini hidup, tidak diam, dan bahwa alam semesta ditopang oleh ketiga prinsip: kesaling bergantungan, difensiasi,  dan organisasi diri harus menerapkan padangan dan cara berfikir baru mengenai pembelajaran dan pengajaran, Menurut Johson tiga pilar dalam sistem CTL (Contextual Teaching and Learning) yaitu :[4]
a.    CTL (Contextual Teaching and Learning) Mencerminkan prinsip kesaling bergantungan
b.    CTL (Contextual Teaching and Learning) Mencerminkan Prinsip diferensiasi.
c.    CTL (Contextual Teaching and Learning) Mencerminkan Prinsip Pengorganisasian diri.



B.       Asas-asas dan Implementasi CTL
1.    Asas-asas CTL (Contextual Teaching and Learning).
Sesuai asumsi yang mendasari, Bahwa Pengetahuan itu diperlukan oleh siswa, Maka guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi, guru Perlu memandang siswa sebagai subyek belajar dengan segala ke uniknya. Siswa adalah organism yang aktif dan memiliki potensi untuk mengembangkan potensi itu sendiri.
CTL (Contextual Teaching and Learning) memiliki tujuh asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan mengunakan pendekatan contextual, sering juga asaa-asas contextual disebut juga sebagai komponen-komponen CTL (Contextual Teaching and Learning) , diantara tujuh asa-asa tersebut yaitu:[5]
a.    Kontruktivisme
Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman siswa.
b.    Inquiry
Inquiry adalah proses belajar didasarkan pada pencairan dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis.
c.    Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan, bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu atau siswa. sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir atau mengemukakan pendapat.
d.   Pemodelan (Modeling)
Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapar ditiru oleh setiap siswa.


e.    Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat Belajar adalah pengetahuan dan pengalaman anak ditopang oleh komunikasi orang lain. Jadi permasalahan tidak mungkin dapat kita selelasikan sendiri, akan tetapi kita mebutuhkan bantuan dari orang lain.
f.     Refleksi (Reflektion)
Refleksi adalah proses pegendapan pengalaman yang  telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadiaan-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui.
g.    Penilain Nyata (Authentic Assessment)
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan oleh guru pada saat ini, biasanya ditekankan pada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada pengunaan tes.
Peniaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan yang dilakukan  siswa.
2.    Implementasi CTL (Contextual  Teaching and Learning)
Suatu contoh Implementasi CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam bidang IPA yaitu tentang besaran fisika (Panjang, masa dan waktu).[6]
a.       Kontruktivisme (Contruktivism)
Siswa dihadapkan pada pengalaman kongkrit pembandingan masa dua benda yang diukur dengan tangan dan neraca, berdasarkan hasil observasinya siswa dapat diajak untuk mengenali faktor yang mempengaruhi keadaan suatu benda.
b.      Tanya Jawab (Questioning)
Kegiatan pembelajaran mulai dari pendahuluan, inti sampai dengan penutup semua dilakukan Tanya jawab antara guru dengan siswa. Pertanyaan dari guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir secara kritis dan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru.
c.       Menemukan (inquiry)
Merupakan siklus membangun pengetahuan atau konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, analisi kemudian membangun teori. Siklus inqury meliputi observasi Tanya jawab, hipotesis, pengumpulan data analisis data, kemudia disimpulkan. Definisi masa ditemukan oleh siswa selama proses pembelajaran melalui kegiatan ilmiah.
d.      Komunitas Belajar (Learning Community)
Prakteknya dapat berwujud dengan pebentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, berkerja dengan kelas diatasnya, berkerja dengan masyarakat. Identitas kegiatan utama yang dilakukan oleh murid diharapkan selama proses kegiatan pembelajaran guru tidak mendominasi kelas tetapi Tanya jawab antar siswa, antar kelompok siswa dapat berjalan lancar .
e.       Pemodelan (Modelling)
pembelajaran ini guru mendemotrasikan suatu kinerja (mengukur masa), agar siswa dapat mecontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan guru. Guru memberikan model tentang “How To learn” mengukur masa air yang volumenya yang sudah ditentukan dahulu.
f.       Refleksi (Reflection)
Dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk membandingkan hasil pembelajaran dengan fakta yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
g.      Penilaian outentik (Assesemen Authenctic) 
Diman guru memberiakan tugas kepada anak didik untuk mengimplementasikan hasil pembelajaran secara terus menerus agar guru dalam menilain apakan pembelajaran sudah berjalan dengan baik. penilai yang menunjukan kemampuan siswa dari saat melakukan sampai pembelajran selesai.

C.   Taha-Tahap  Pembelajaran CTL.
1.                                                                                                                                                    Langkah-langkah Pembelajaran CTL
I.     Pendahuluan.
a.    Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
b.    Guru Menjelaskan prosedur CTL.
-         Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa.
-        Setiap kelompok ditugasi untuk melakukan observasi.
-         Melaui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang telah mereka temuka.
c. Guru melakukan Tanya jawab sekitar tugas yang dikerjakan oleh setiap siswa.
II. Inti
a. Dilapangan.
-   Siswa melakukan observasi sesuai dengan pembagian tugas kelompok.
-   Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan, sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.
b.    Dikelas.
-   Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompok masing-masing.
-   Siswa melaporkan hasil diskusi.
-   Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.
c.  Penutup.
-   Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah, sesuai dengan  indikator dan hasil belajar yang harus dicapai.
-   Guru Menugaskan siswa untuk membuat krangka tentang pengalaman belajar mereka.[7]
2.    Contoh RPP CTL dalam Bidang IPA.[8]
Besaran dan Satuan
Kelas                           : X
Waktu                          : 45 Menit
Model  Pembelajaran   : CTL
Metode                        : Eksperimen
1.    Standar Kompetensi
Menerapkam konsep besaran fisika dan pengukuranya
2.    Kompetensi Dasar
Mengukur Besaran fisika (Masa Panjang dan Waktu)
3.    Indiaktor
- Siswa membandingkan pengukuran masa dengan indera dan neraca
- siswa mensimulasikan cara mengukur masa suatu benda
- siswa menemukan konsep masa
- siswa mengitung masa jenis sesuatu
4.    Peralatan
- Kiat neraca
- Bola dan balok
- Botol air

5.    Materi
Masa dapat dimaknai dengan  berbagai definisi, tergatung pada proses pembelajarannya. Masa dapat didefinisikan sebagai ukuran jumlah zat bila dalam proses pembelajarannya  harus  menunjukan bahwa dengan bertambahnya jumlah zat akan menambah massanya. Pendifinisian seperti ini memberikan konsekuensi implementasi dalam kehidupan sehari-hari. Orang memberli bahan gas (elpiji) diukur dengan cara timbangan. Elpiji dalam sebuah tabung dikatakan masih penuh bila masanya besar, sedangkan jika habis massanya akan ringa. Inti arti pentingnya mempelajari masa agar dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. 
6.    Pesiapan Pembelajaran
Sebelum masuk kelas, guru menyiapkan bola besi dan baluk kayu. Bola kayu dibuat sedikit lebih berat dibandingkan bola besi. Alat ini digunakan untuk membandingkan motivasi di awal pembelajaran.
7.    Kegiatan Pembelajaran
Waktu
Peran
Perkembangan Pembelajaran
Alat bantu
5 Menit

MM


MM

G



MM


G
MM



G
Pendahuluan
Siswa diminta untuk mengobservasikan bola dan balok kayu.
Hasil observasi dilaporkan dan ditulis dipapan tulis.
“Apakah yang anda rasakan pada tangan kanan kiri sama? Apa bedanya? Betulkan bola besi lebih berat dari pada bola kayu.
Siswa diminta mengamati berat kedua benda yang dibandingkan dengan neraca.
Apakah ada pertanyaan?
Mengapa ada perbedaan antara membadingkan masa kedua benda mengunakan tangan dan neraca?
Manakah yang paling tepat digunakan sebagai alat ukur massa?
Balok Besi dan Kayu
35 Menit

M



G














MM
Penyusunan Opini
Siswa diminta memberikan penjelasan mengukur masa dengan neraca.
Kegiatan inti:
Kepada siswa diberikan kit neraca dan air dalam botol.
1.    Siswa diminta merangkai neraca.
2.    Siswa diminta menimbang air yang volumenya 50 ml.
3.    Siswa diminta menimbang air yang volumenya 100 ml.
4.    Siswa diminta mencatat datanya
5.    Siswa diminta mempresiksinya massa air yang volumenya 150 ml dan 200 ml.
6.    Siswa diminta mengukur massa air yang volumenya150 ml dan 200 ml.
Diskusi;
1.      Salah satu kelompok diminta menulis data dipapan  tulis.
2.      Berdasarkan data yang ditulis dipapan tulis, siswa diajak untuk mendifiniskan massa.
3.      Mendiskusikan pegaruh pemasaran terhadap zat.
Kegiatan 2:
1.      Berdasarkan tabel yang telah diperoleh bagaiamana hubungan masa dan volume air?
2.      Digambarkan dalam bentuk grafik (sumbu X volume, Sumbu Y massa).
3.      Gradient itu apa, gradien ini dinamakan masa jenis.
4.      Siswa diminta memfornulaiskan massa jenis
5.      Siswa diajak mendiskusikan makna massa jenis
6.      Siswa diajak menghitung massa jenis suatu benda itu lain
7.      Massa suatu zat adalah khas untuk zat itu sehingga definisi massa diperbaiki
8.      Siswa diajak mengenalkan besaran-besaran
Kit neraca dan air dalam botol
5 Menit

G
Kegiatan Penutup
Siswa diminta menunjukan alat ukur massa selain neraca yang ada dilingkungan mereka. Siswa diminta mengidentifikasi alat-alat ukur besaran pokok lain yang biasa digunakan di lingungannya.


Keterangan:
MM: Kegiatan pertaman dilakukan oleh murid (diskusi murid-murid)
G     :   Kegiatan utama dilakukan oleh guru.
M    :   kegiatan utama dilakukan tanya jawab guru Murid
8.    Penilaian
Penugasan: membuat deskripsi tentang kegiatan pengukuran massa yang terjadi di pasar tradisional di lingkunganya.
Keriteria penilaian
No
Aspek
Skor
Bobot
Skor Maksimal
1.
Kelengkapan
a. Lengkapan (data+gambar)
b. Agak lengkap (data)
c. Kurang Lengkap (gambar)

3
2
1

5
 
 


15
 
2.
Kesesuaian
a.    Sesuai
b.    Agak Lengkap
c.    Tidak Lengkap

3
2
1


     5


      15

Skore Nilai
(Nilai perolehan x bobot) + (Nilai perolehan x bobot) = 30

Skore Anak
(Nilai perolehan x bobot) +  (Nilai perolehan x bobot) = 30
3
Penilaian kedua aspek dilakukan melalui evaluasi keterampilan proses sains


 BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
a.     Dalam pembelajaran Kontektual ada dua latar belakang yaitu latar belakang filosofis dan latar belakang psikologi. Sendangkan pengertian kontektual adalah pembelajaran yang menekankan pada siswa, dimana siswa harus bisa menkontruksikan pelajaran yang telah didapat di kelas dan mengkontruksikan dengan kehidupan nya.
b.     Dalam teori pembelajaran CTL ada beberapa asas-asas atau koponen-kompenen yang harus kita ketahui yaitu Kontruktivisme (Contruktivism), Tanya Jawab (Questioning), Menemukan (inquiry), Komunitas Belajar (Learning Community), Pemodelan (Modelling), Refleksi (Reflection), Penilaian outentik (Assesemen Authenctic).
  1. Langkah-langkah Pembelajaran CTL
a.    Pendahuluan.
-       Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta mafaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
-       Guru Menjelaskan prosedur CTL.
b.    Inti
-       Dilapangan.
-       Dikelas.
-       Penutup.




DAFTAR PUSTAKA

Amri Sofan E. Ahmadi Lif Khoiru, 2010, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran, Jakarta : PT. Prestasi Pustakarya. 
Pribadi A. Benny, 2009, Model Desain Sistem Pembelajaran,  Jakarta : PT. Dian Rakyat.
Sugianto. H, 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif, Kadipiro Surkarta : Yuman Pustaka bekerja sama dengan FKIP UNS.
Sanjaya Wina, 2009, Strategi Pembelajaran Bereoritas Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenda Media Group.


[1] Sanjaya Wina, 2009, Strategi Pembelajaran beroreintasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hlm 256-257
[2] Ibid. hlm 259-260
[3] Ahmadi Lif Khoiru. E Amri Sofan, 2010, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran, (Jakarta : PT. Prestasi Pustakarya) hlm  193
[4] Sugiyono. H, 2010, Model-Model Pembelajaran Inovatif.  (Jakarta: PT Dian Rakyat),hlm 15-16
[5] Sanjaya Wina, 2009, Strategi Pembelajaran beroreintasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hlm 263-269
[6] Ahmadi Lif Khoiru. E Amri Sofan, 2010, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran, (Jakarta : PT. Prestasi Pustakarya) hlm  29-31
[7] Op cit, Sanjaya Wina, hlm 270-271
[8] Sugiyono. H, 2010, Model-Model Pembelajaran Inovatif.  (Jakarta: PT Dian Rakyat),hlm 23-27